Badan Pusat Statistik ( BPS ) baru melansir data terbaru mengenai kebutuhan hidup masyarakat Indonesia. Hasilnya, Jakarta didaulat sebagai kota dengan biaya hidup tertinggi se-Indonesia. Rata-rata, biaya hidup di Jakarta Rp 7.500.726 per bulan untuk setiap rumah tangga.
Kepala BPS Suryamin mengatakan, rata-rata biaya hidup Jakarta itu didasarkan asumsi bahwa satu rumah tangga menanggung 4 anggota keluarga. "Sedangkan secara nasional, rata-rata biaya hidup di perkotaan sebesar Rp 5,6 juta," ujarnya di Jakarta, Kamis (2/1).
Dari survei tersebut, Banyuwangi menjadi kota dengan biaya hidup paling rendah di Indonesia. Satu rumah tangga cukup mengeluarkan belanja rutin Rp 3 juta saban bulan, dengan asumsi jumlah anggota keluarga yang ditanggung ada 3 orang.
BPS menyebutkan beberapa penyebab tingginya biaya hidup di Jakarta. Berikut pemaparannya.
1. Harga BBM naik
Biaya energi, salah satunya Bahan Bakar Minyak (BBM) masuk dalam kelompok belanja non-makanan. Sekitar 64,96 persen pengeluaran rutin masyarakat tersedot untuk belanja non makanan. Salah satunya BBM.
Seperti diketahui, harga BBM semakin mahal menyusul kebijakan pemerintah menaikkan harga Premium dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.500 per liter dan solar atau diesel dari Rp 4.500 menjadi Rp 5.500 per liter pada Juni tahun lalu.
penyesuaian harga jual eceran harga BBM Subsidi ini dilakukan dengan dasar ketentuan pasal 4,5,6 Peraturan Presiden Nomor 15 tahun 2012 dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2013.
2. Harga bahan pangan naik
Dari segi pembentuk biaya hidup, bahan makanan menyedot belanja rutin rumah tangga tertinggi, mencapai 35,04 persen. Jakarta menjadi kota yang membuat warganya tidak banyak mengeluarkan uang untuk makanan, namun lebih banyak buat kebutuhan non-makanan. Sebaliknya, Kota Meulaboh, di Provinsi Aceh, merupakan wilayah yang warganya rata-rata mengeluarkan duit besar untuk pangan.
Jika dibandingkan dengan survei biaya hidup 2007, kepala BPS Suryamin mengatakan, secara nasional proporsi pengeluaran pangan menurun, dari 36,12 persen menjadi 35,04 persen.
3. Harga rumah tak ramah
Salah satu faktor yang membuat biaya hidup di Jakarta mahal adalah rumah. Faktor ini masuk dalam kelompok kebutuhan non-makanan yang menyedot sekitar 64,96 persen pengeluaran masyarakat.
Harga rumah cenderung naik, baik pada level rumah kelas menengah dan atas dengan luasan mulai 70 meter persegi (m2) ke atas maupun kelas bawah mulai luasan 21 m2 hingga 42 m2.?
EVP Coordinator Consumer Finance Bank Mandiri Tardi sempat menyebutkan, kenaikan harga rumah bisa mencapai 20 kali lipat per tahun.
4. Harga gas naik
Faktor lain yang ikut mendorong tingginya biaya hidup di Jakarta adalah kenaikan harga gas untuk rumah tangga. Saat ini harga gas 12 kg semakin mahal dan membuat masyarakat menjerit. Terlebih, terhitung sejak 1 Januari 2014, harga gas elpiji 12 kg resmi naik.
PT Pertamina (Persero) resmi menaikkan harga jual Elpiji kemasan 12 Kg dengan rata-rata kenaikan di tingkat konsumen sebesar Rp 3.959 per Kg. Besaran kenaikan di tingkat konsumen akan bervariasi berdasarkan jarak SPBBE ke titik serah (supply point).
Kenaikan harga elpiji 12 Kg membuat pedagang mengalami kesulitan dalam menjual tabung gas tersebut. Sebab, para pembeli lebih memilih untuk membeli elpiji 3 Kg.
Kenaikan harga, menurut salah satu penjual Elpiji 12 Kg, Amalia (28 tahun) sudah terjadi sebelum tahun baru. Pasalnya, dia biasa mengambil harga elpiji 12 Kg Rp 85.000 per tabung dari agen, sedangkan sudah satu minggu ini menjadi Rp 90.000 per tabung.