"Terkait preferensi publik untuk memilih partai politik atau tokoh favorit. Dari pantauan PR melalui Forum dan Blog, kecenderungan publik untuk 'membicarakan' suatu parpol tidak diikuti kecenderungan untuk 'memilih' parpol tersebut,"kata Peneliti Senior PR Devie Rahmawati dalam keterangan tertulisnya kepada Liputan6.com, yang dimuat Senin (6/1/2014).
Sementara pada sampel 'tokoh', kecenderungan publik untuk 'membicarakan' berkorelasi positif dengan kecenderungan mereka untuk 'memilih' tokoh tersebut. Kecenderungan publik untuk memilih tokoh dalam Pemilu 2014 lebih besar ketimbang kecenderungan mereka untuk memilih parpol.
"Sebagai contoh, Partai Golkar dibicarakan sebanyak 1.470 perbincangan. Namun tidak ada perbincangan untuk memilih Golkar. Sedangkan perbincangan tentang PDIP berjumlah 1.006 perbincangan yang diikuti hanya 34 perbincangan tentang memilih PDIP," papar Devi.
Sedangkan sampel tokoh melalui Jokowi, diperbincangkan 15.800 kali dengan perbincangan untuk memilih Jokowi sebesar 8.700 perbincangan. Tokoh lain yang diriset oleh PR ialah Dahlan Iskan yang dibicarakan sebanyak 1.430, namun hanya 600 perbincangan tentang keinginan untuk memilih Dahlan.
"Begitu juga dengan Anis Baswedan, yang dibicarakan sebanyak 202 kali namun hanya 43 perbincangan tentang akan memilih Anis Baswedan," beber Devi.
Selain itu, PR juga menemukan hasil risetnya terhada pemberitaan tentang lembaga Wakil Rakyat di Senayan. Sekitar 96 persen pemberitaan tentang DPR di 5 (lima) portal berita online, didominasi pemberitaan negatif sejumlah 1.652.
"Adapun penelitian PR melalui forum dan blog pembicaraan negatif tentang anggota dewan terkait kasus korupsi DPR sebesar 24.830 pembicaraan," ungkap dia.
Sedangkan perihal pemborosan anggaran dan plesiran oleh anggota DPR, sebesar 17.000 pembicaraan.
"Sorotan negatif publik lainnya, tentang kemalasan atau aksi bolos anggota dewan sebanyak 1.685 pembicaraan," tandas Devi. (Tnt)