Harta dan kekayaan seringkali membutakan mata hati pemiliknya bahkan mengikis habis rasa empatinya pada orang lain. Bersama timnya, seorang pakar psikologi Paul Piff menghabiskan waktu selama tujuh tahun untuk membuktikan fenomena tersebut.
Dalam hasil penelitiannya, Piff menemukan, orang kaya cenderung mementingkan dirinya sendiri dan memiliki rasa empati yang rendah.
"Apa yang kami temukan dari serangkaian penelitian terhadap ribuan partisipan adalah saat kekayaan seseorang meningkat, rasa iba dan empatinya semakin berkurang," ungkap Piff seperti dikutip dari Inc.com, Kamis (9/1/2014).
Pria yang mereguk ilmu dari University of California Berkeley ini mengungkapkan salah satu penelitian paling menarik yang mencuri perhatiannya. Saat itu, sebanyak dua partisipan diminta untuk bermain monopoli.
Dalam permainan itu, tos koin di awal menentukan pemain mana yang akan menjadi kaya dan miskin. Itu karena, para pemain yang mulai duluan akan memperoleh modal ganda dan mendapatkan gaji dua kali lipat saat melewati kotak `start`.
Selain itu, saat melewati start, para pemain tersebut memperoleh hak melempar dadu sebanyak dua kali sementara pemain lainnya hanya sekali. Tentu saja, si pemain pertama akan unggul dengan uang lebih banyakk dan memenangkan permainan.
Setelah selesai bermain, para peneliti bertanya pada para pemain yang kaya raya tentang alasan keberhasilannya memenangkan permainan itu. Bukannya mengakui karena peraturan permainan, harta tersebut sudah pasti diraupnya, partisipan `kaya` itu justru mengatakan kemenangannya berkat strategi yang dia terapkan.
"Mereka menunjukkan sikap yang berbeda dan meninggikan dirinya setelah memperoleh banyak uang," ungkap Piff.
Selain itu, dari hasil penelitiannya, orang kaya cenderung bersikap semena-mena pada si miskin. Semua itu karena uang yang dimilikinya jauh lebih banyak dan muncul perasaan berkuasa atas dirinya.
Piff juga mengamati ratusan ribu mobil yang melintasi California. Uniknya, dia menemukan banyak mobil yang enggan memberikan jalan pada para pejalan kami.
"Hampir 50% mobil mahal yang melintasi kota melanggar peraturan lalu lintas karena tidak mau memberikan kesempatan pada orang lain untuk berjalan," tuturnya.
Namun Piff mengatakan, karakter tersebut tidak permanen. Sebagian orang kaya masih mau berbagai dan mengulurkan tangannya untuk membantu sesama. (Sis/Ndw)
Rabu, 08 Januari 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)